Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!
-
Recent Posts
Archives
Categories
Meta
Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!
Ringkasan Dodi indaryana 41609010002
Latar Belakang
Tujuan Pembelajaran manajemen resiko
PENGERTIAN MANAJEMEN RESIKO
Manajemen Resiko merupakan kegiatan manajemen yang dilakukan
pada tingkatan, tingkat pimpinan pelaksana . yaitu kegiatan penemuan
dan analisis sistimatis atas kerugian kerugian yang mungkin dihadapi oleh badan usaha,akibat suatu resiko serta metode yang paling tepat untuk menaggani kerugian tersebut yang dihubungkan dengan tingkat profitabilitas badan usaha.
DILIHAT DARI DUNIA USAHA MANAJEMEN RESIKO
Merupakan sesuatu hal yang tidak boleh diabaikan bertambah kompleknya kegiatan usaha telah membawa pengaruh pada kebutuhan untuk lebih khusus mempertahankan resiko yang mungki dihadapi. Resiko tersebut muncul karena beberapa factor yang merupakan akses dari usaha kegiatan modern
FAKTOR – FAKTOR RESIKO YANG MUNCUL ANTARA LAIN
a. Bertambah cepatnya perkembanggan perdagangan internasional serta kegiatan yang bersifat internasional
b. Perkembangan teknologi yang begitu cepat masuk pada aspek kegiatan usaha
c. Perkembangan integrasi organisasi usaha dan kerjasama usaha dengan melahirkan model akusisi serta bentuk integrasi lain
d. Meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap sesuatu yang dihasilkan oleh kegiatan usaha , misalnya polusi, standarisasi produk, tanggung jawab.hukum serta aspek-aspek sosial lainya
TUJUAN MANAJEMEN RESIKO
Tujuan sebelum terjadinya kerugian
Tujuan setelah terjadinya kerugian
FUNGSI POKOK MANAJEMEN RESIKO
Menemukan Kerugian Potensial
Evaluasi Kerugian Potensial
Memilih Metode Pengelolaan
Administrasi program
Menemukan Kerugian Potensial
Yang pertama harus dilakukan adalah memanfaatkan sumber resiko yang secara potensial dapat menimbulkan kerugian.
Sumber-sumber resiko antara lain
Loss exposure survey and check list
Financial statement
Resiko keuangan
Resiko produksi dan tenaga kerja
Evaluasi Kerugian Potensial
Kegiatan ini adalah menggukur frekuensi dan kegawatan kerugian bila benar terjadi Pengukuran frekuensi kerugian menyangkut jumlah kali kerugian yang mungkin terjadi dalam masa tertentu.
Memilih Metode Pengelolaan
Jenis jenis metode pengelolaan antara lain
Asumsi( Retensi )
Transfer
Kombinasi
Pencegahan kerugian
Menghindari
Pengetahuan dan penelitian
Administrasi program
Lazim dalam ilmu manajemen terdapat fungsi perencanaan, pengorganisian, pelaksanaan dan pengawasan.Didalam manajemen Resiko ,fungsi tersebut diterjemahkan dalam formulasi kebijaksanaan, pengelolaan resiko, bagaimana kegiatan tersebut diorganisir, sampai berapa jauh pengambilan keputusan yang menyangkut resiko murni harus dilakukan. Termasuk definisi tujuan dan persiapan sarana pengawasan yang cukup untuk melaksanakan fungsi- fungsi manajemen resiko.
fungsi manajemen Resiko serta penilaianya diantaranya
Formulasi kebijaksanaan
Perancanaan program
Statemen kebijaksanaan
Review berkala
MANAJEMEN RESIKO
Manajemen Resiko seperti dengan manajemen lain merupakan suatu badan tidak tercapai . karena tidak dimanfaatkanya fasilitas-fasilita yang dimilikinya, terjadinya suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau kerusakan. Terhadap resiko- resiko yang mungkin timbul serta segala yang diakibatkannya dan bagaimana cara mengatasinya atau mengeleminir merupakan bagian dari manajemen resiko
Sumber: Mohammad Syam Noor
ringkasan : Kukuh W. Dias Utami (41609010046)
Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Permasalahan
Saat ini Indonesia telah memasuki era globalisasi dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi kekayaan alam yang cukup besar. Namun hal tersebut tidak sebanding dengan sumber daya manusianya, dimana SDM di Indonesia kurang memiliki potensi yang memadai.
Faktor penyebab rendahnya produktivitas SDM di Indonesia masih rendah
Tuntutan Globalisasi dalam Dunia Industri
Globalisasi menunutut industri dan jasa menghadapi 3 tantangan global
yaitu tantangan melalui teknologi, tantangan berkesinambungan
pertumbuhan dan tantangan untuk memberikan produk dan jasa dengan
kualitas tinggi, pelayanan yang prima dan harga yang bersaing. Untuk
mencapai tantangan tersebut, maka industri dan jasa membutuhkan
Sumber Daya Manusia yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan tingkah laku yang memperhatikan kepuasan konsumen serta mampu
mengintregasikan teknologi dalam proses kerjanya.
Sasaran Utama Pembangunan Ekonomi
Sasaran utama pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Titik beratnya adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan antara bidang industri dengan bidang pertanian.
Solusi dan Sasaran dalam Peningkatan SDM
Pendidikan
Pelatihan tenaga kerja
diperoleh tenaga terlatih, berkemampuan tinggi dan memiliki orientasi yang sesuai dengan strategi yang dikehendaki dalam pembangunan
Disusun Oleh:
Sumantri sastrawiguna dan immanuel ginting
Pusat penelitian metalurgi
Kawasan puspiptek serpong tangerang 15314
Banten indonesia
ringkasan dari
surya 41609010044
Karakterisasi limbah batubara
Prinsip pemisahan / pencucian
Metodologi
Peralatan mesin pencucian skala pilot plant
Untuk melakukan proses pencucian limbah batubara skala pilot plant diperlukan peralatan produksi antara lain :
Tangki klarifikasi digunakan untuk menampung serbuk batubara yang halus dan lempung pengotor limbah batubara .
Unit pompa air ini dipasang untuk menghubungkan tangki pengendap akhir pada tangki klarifikasi dengan alat penyemprot air yang dipakai untuk menyemprot batubara yang kotor diayakan getar.
Digunakan untuk memindahkan limbah batubara dari tempat stock pile ketempat pencucian.
alat ini dioperasikan bila man air yang digunakan untuk pencucian limbah batubara mengalami kekurangan.
Alat yang diperkirakan sebagai penunjang dalam proses pencucian limbah batubara antara lain terdiri dari pembangkit listrik, jaringan listrik dan pengadaan air bersih.
pencucian skala pilot plant
ABSTRAK
PT.NIPON SEIKI merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi speedometer analog. Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis ingin mengetahui kualitas speedometer yang diproduksi dan sebab akibat dari terjadinya produk cacat selama bulan agustus 2008.
Metode pemecahan masalah yang dipakai disini adalah dengan memakai metode seven tools, tetapi tidak semua metode terpakai, yang dipakai disini adalah pareto chart, peta kendali P dan fish bone diagram.
PT.NIPPON SEIKI juga menggunakan standar sigma yang ditentukan menurut keadaan yang terjadi, dari metode pemakaian metode tersebut dapat diketahui apakah data tersebut mengalami penyimpangan karma sebab khusus atau tidak, karma itu dibuatlah rencana tindakan untuk meminimalkan terjadinya produk cacat. Adapun jenis cacat yang paling dominant adalah jarum speedometer over standar.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada masa sekarang ini perkembangan ekonomi melaju sangat cepat, tidak terkecuali bidang perindustrian yang menghasilkan bermacam-macam produk untuk kebutuhan konsumen. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang industri mengantar kita melakukan langkah awal agar dapat menghasilkan suatu produk yang baik sesuai dengan keinginan konsumen, salah satu perusahaan tersebut adalah PT. NIPPON SEIKI yang bergerak dibidang pembuatan spedometer.
Pengendalian kualitas didefenisikan sebagai suatu system yang terdiri atas pemeriksaan atau pengujian, analisa dan tindakan- tindakan yang harus dilakukan, dengan memamfaatkan kombinasi seluruh peralatan dan teknik- teknik yang ada, untuk pengendalian produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulis dalam penyusunan tugas akhir ini adalah :
Mengetahui jenis cacat dan menentukan cacat utama guna mengetahui jumlah produk yang cacat.
Mengalisa penyimpangan yang terjadi dan menelusuri sebab akibat terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan produk cacat selama proses berlangsung agar dapat dilakukan perbaikan sehingga kegagalan tersebut tidak terulang lagi.
Pokok Permasalahan
Ruang lingkup pembahasan ini hanya membahas tentang analisa cacat produk pada proses pembuatan speedometer analog motor Honda tipe x di PT. NS.
Batasan Permasalahan
Adapun batasan masalah pada laporan tugas akhir ini adalah:
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam laporan ini adalah:
Penulis melakukan pengamatan langsung dari objek penulisan.
Penulisan dilakukan dengan cara membaca buku dan referensi- referensi yang didapat penulis dari perusahaan
Penulis melakukan wawancara kepada staf bagian Quality Control dan bagian Assembling yang berkompenten dalam bidangnya yang menyangkut objek bahasan yang diambil oleh penulis.
Sistematika Penulisan
Untuk dapat melakukan pemecahan masalah secara terinci dan mempermudah penalaran masalah, maka penulisan tugas akhir ini disusun menurut sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan gambaran tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan, ruang lingkup, batasan masalah, metode dan teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi mengenai uraian teori yang menjadi dasar dalam membantu pembahasan penulisan laporan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB V ANALISA PEMBAHASAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Kualitas
Definisi dari kualitas suatu produk adalah sebagai kesanggupan atau kemampuan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam kondisi tertentu. Diantara kondisi pemakai yang terpenting adalah kegunaan akhir dan harga produk tersebut.
Kualitas suatu produk, tinggi rendahnya nilai tidak ditentukan oleh si pembuat, tetapi lebih dititik beratkan kepada penilaian si pemakai untuk memenuhi kebutuhannya. Pemakaian suatu produk kondisinya berbeda-beda, pemakai dengan kondisi sosial ekonomi yang baik berbeda tingkat kebutuhan dan pemuasanya dengan pemakai yang kondisi ekonominya kurang baik.
Arti Mutu
Secara luas arti mutu menyangkut mutu pelayanan, mutu pekerjaan, mutu informasi, mutu proses, mutu pekerja, mutu menejemen, mutu menejemen pimpinan, mutu sistem, mutu perusahaan dan sebagainya.
Dalam pengendalian mutu yang dimaksud dengan mutu adalah “fitness for use”. Istilah ini sangat penting, manusia sebagai pemakai barang dan jasa, ingin puas selama memakai barang / jasa tersebut. Fitness for use menyangkut keberhasilan barang atau jasa yang memuaskan konsumen selama pemakaian.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode penelitian untuk pengumpulan dan pengolahan data yang diperlukan, hingga analisa dari data yang diperoleh. Metode tersebut adalah :
Metode Pengumpulan Data
Studi Pustaka
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca dan memahami buku-buku referensi guna menunjang pegetahuan tentang topik yang berkaitan dengan penelitian dan untuk memperkaya teori-teori dalam penulisan laporan tugas akhir ini.
Penelitian Lapangan
Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung pada tempat-tempat kerja yang bersangkutan dengan melakukan pengamatan secara teliti untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas tentang data yang diperoleh dan untuk mengetahui lebih jauh tentang kegiatan dalam perusahaan.
Wawancara (interview)
Yaitu penelitian yang dilakukan melalui tatap muka langsung dengan pihak-pihak yang terkait, seperti kepada karyawan bagian quality control atau kepada karyawan bagian produksi langsung guna mendapatkan informasi dan data yang lebih akurat.
Metode Analisa Data
1. Diagram Pareto
Analisa pareto digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaliasi tipe-tipe yang tak sesuai. Salah satu contoh diagram pareto yang sering digunakan dalam produksi suatu batang kecil, yaitu diagram yang menggambarkan perbandingan antara masing-masing variabel data seluruhnya.
Langkah-langkah untuk melaksanakan analisis diagram pareto adalah :
2. Peta Kendali P
Peta kendali p sangat digunakan untuk ciri kualitas atribut. Peta kontrol ini baik digunakan untuk proses yang didominasi oleh mesin maupun yang didominasi oleh operator. Peta p menunjukkan bagan untuk bagian yang ditolak karena taksesuai terhadap spesifikasi dengan ukuran sampel yang bervariasi. Yang dimaksud produk cacat adalah produk yang mempunyai satu atau lebih cacat, sedangkan cacat adalah hal-hal yang tidak diinginkan terdapat pada produk karena mengurangi kualitas.
3. Diagram Sebab Akibat
Pembuatan diagram ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab dari suatu masalah/penyimpangan. Dengan diketahui hubungan antara sebab dan akibat dari suatu masalah, maka tindakan pemecahan masalah akan lebih mudah ditentukan, pembuatan diagram ini dilakukan melalui teknik sumbang saran, sedangkan penentuan masalah dapat dilakukan dengan analisis pareto, histogram atau peta kendali.
Manfaat lain dari proses pembuatan diagram sebab akibat adalah :
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Sejarah Singkat Perusahaan
Dewasa ini perkembangan industri di bidang transportasi sangatlah pesat khususnya transportasi roda dua atau yg sering kita kenal dengan sepeda motor.
PT. INDONESIA NIPPON SEIKI adalah salah satu perusahaan yang bergerak di perindustrian transportasi, khususnya memproduksi speedometer sepeda motor dan mobil. PT INDONESIA NIPPON SEIKI berlokasi di Jln Utama Modern Industri Blok E
Kawasan Industri Modern Cikande, Desa Barengkok, Kibin Serang, Banten – Indonesia.
Pada mulanya Nippon Seiki telah menginvestasikan uang mereka di Indonesia pada tahun1980 dibawah bendera PT. KGD Indonesia Inc. Aapun pemegang saham PT. KGD, inc adalah :
1. Honda Motor co.ltd
2. Stanley Electric Mfg co.ldt
3. Toyo Denso co.ldt
4. Nippon Seiki co.ldt
5. Honda Lock Mfg.co.ldt
Pengumpulan Data
Untuk penelitian yang dilakukan, maka penulis melakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk pemecahan masalah adalah data proporsi kecacatan pada proses pembuatan Spedometer. Data-data yang diperoleh berdasarkan hasil dari pengukuran dan pengamatan pada perusahaan PT. Indonesia Nippon Seiki.
Untuk untuk pengumpulan dan pengolahan data, penulis melakukan penelitian yang terbatas pada bulan Agustus 2008. Adapun data yang diperoleh adalah data yang diambil berdasarkan data harian yang dilakukan oleh operator bagian QC setiap harinya. Pengambilan data diambil berdasarkan penelitian 100% dari jumlah.
Proses Produksi
Proses Movement fuel screud tightening
Pada proses ini ada tiga tahapan proses yaitu dial speed dan fuel, fuel gauge assy, dan screw. Tahap pemasangan awal ini adalah pemasangan baut pada penunjuk desain bensin, dan juga penunjuk indicator kecepapatan atau rpm.
Proses Pointer Assy ( F ) driving
Proses ini adalah lanjutan dari langkah yang pertama, yaitu pemasangan pointer atau jarum penunjuk pada indikaotor oil atau bensin. Pada tahapan ini penting sekali memperhatikan faktor kebersihan, karna sedikit kotoran yang menempel pada pointer akan menjadi salah satu faktor penyebab cacat, yaitu dengan tidak berjalan nya jarum penunjuk atau tersendak yang diakibatkan kotoran tersebut
Magnet cover setting and bonding
Pada pemasangan ini ada tahap yaitu pemasangan magnet cover dan threebond ( jenis lem ), langkah awal nya yaitu meletakkan magnet cover pada jig, setelah itu tekan switch untuk melakukan proses, lipat resistor 75 Ω kearah magnet cover, beri lem threebond 1521 Y pada lipatan resistor agar part lebih kokoh atau kuat. Pemberian lem haruslah merata, karna lem yang berlebih disekitar resistor dapat mengakibatkan cacat.
Proses fuel inspection
Proses ini adalah proses pengecekan pertama yang dilakukan Quality Control setelah tahap proses 1, 2, dan 3. Adapun langkah awal proses ini adalah dengan meletakkan fuel meter assy pada jig cheker, setelah itu tekan swith F maka jarum akan bergerak kearah F, tunggu hingga bel berbunyi lalu lepaskan, kemudian tekan tombol E maka jarum juga akan bergerak kearah E, tekan reset untuk mengembalikan pada posisi awal.
BAB V
HASIL DAN ANALISA
Analisa Hasil Perhitungan Data
Berdasarkan hasil dari pengumpulan dan pengaolahan data menggunakan metode peta kendali P di atas, maka diperoleh hasil dari data yang telah diproses untuk dianalisa dengan menggunakan metode diagram sebab akibat.
Pada perhitungan Total Cacat dapat diketahui hasil dari komponen-komponen peta kendali P yaitu sebagai berikut :
Garis Pusat (CL) = 0,081
Rata-rata proporsi produk cacat (P) = 0,084
Rata-rata batas kendali atas (UCL) = 0,100
Rata-rata batas kendali bawah (LCL) = 0,062
Berikut ini penjelasan mengenai kemungkinan penyebab terjadi kecacatan serta hasil perhitungannya :
Jenis cacat Jarum spedometer over standart (Prosentase cacat = 27%)
Penyebab : Cacat ini terjadi dikarenakan kurang ketelitian, konsentrasi dan kerapihan dari karyawan yang menyebabkan adanya kotoran masuk kedalam spedometer assy. Hasil perhitungan yang telah diproses :
Garis Pusat (CL) = 0,022
Rata-rata proporsi produk cacat (P) = 0,023
Rata-rata batas kendali atas (UCL) = 0,032
Rata-rata batas kendali bawah (LCL) = 0,012
Jenis cacat Jarum spedometer tidak bergerak
(Prosentase cacat = 24%)
Penyebab : Cacat ini terjadi dikarenakan kurang ketelitian dan konsentrasi dari operator yang sering juga terburu-buru saat bekerja yang menyebabkan adanya kotoran masuk dan mengakibatkan pointer tersendat
Hasil perhitungan yang telah diproses :
Garis Pusat (CL) = 0,019
Rata-rata proporsi produk cacat (P) = 0,021
Rata-rata batas kendali atas (UCL) = 0,029
Rata-rata batas kendali bawah (LCL) = 0,009
Jenis cacat Jarum fuel meter tidak bergerak (Prosentase cacat = 12%)
Penyebab : Cacat ini terjadi dikarenakan kurang ketelitian, konsentrasi dan kurangnya pelatihan dari operator, dan juga karena salahnya penyetingan dalam pemasangan pointer, yang mengakibatkan pointer tidak bergerak, tersendat atau macet ( tidak kembali ke posisi awal )
Hasil perhitungan yang telah diproses :
Garis Pusat (CL) = 0,010
Rata-rata proporsi produk cacat (P) = 0,010
Rata-rata batas kendali atas (UCL) = 0,017
Rata-rata batas kendali bawah (LCL) = 0,003
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisa hasil dari perhitungan data yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan mengenai penelitian ini adalah :
Dalam pengumpulan data, diperoleh jenis-jenis cacat pada proses Assembly yaitu : Jarum speedometer over standar, Jarum speedometer tidak bergerak, Jarum fuel meter tidak bergerak, angka odometer tidak bergerak, lampu indikator mati, Warna lampu indikator tidak sesuai, Wings merk lepas, Glass/ case berembun, Screw tidak ada.
Saran
Setelah melakukan penelitian dan melihat hasil yang diperoleh dari perhitungan data-data yang ada, maka penulis akan mencoba memberikan saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat untuk PT. Nippon Seiki dan juga perusahaan lain. Saran-saran tersebut adalah :
DAFTAR PUSTAKA
Penulis : Y.B. Moelyanto Soediro
Ringkasan dari
Eka Bayu Saputra
41609010008
Korosi adalah masalah yang banyak ditemukan pada sarana transportasi seperti bis kota dan kereta api maupun angkutan kota lainnya. Korosi mudah terjadi terutama jika bahan atau material yang dipergunakan untuk pembuatan bodi bis memiliki unsur yang mudah bersenyawa atau bereaksi dengan oksigen, atau mudah terjadi pembentukan reaksi kimia.dilain pihak, korosi mudah terbentuk apabila kondisi lingkungan mendorong terjadinya korosi, misal air yang telah terkontaminasi, polusi udara, kelembaban udara yang tinggi atau kadar air cukup tinggi di udara, kadar garam yang tinggi dan faktor perilaku atau kebiasaan dalam perawatan sarana transportasi tersebut.
Penyebab Korosi
Korosi yang disebabkan oleh oksigen biasanya terjadi di permukaan plat baja bodi bis tersebut, terutama pada plat baja bodi bis tersebut telah terkontaminasi dengan fluida atau cairan lainnya yang bersifat korosif. Hal ini mengingat oksigen dapat menyebabkan larutan menjadi sangat korosif sekalipun dalam konsentrasi yang sangat kecil atau lebih kecil dari 0,1 ppm.
Jenis Korosi
Jenis korosi dapat berupa korosi basah yaitu karena adanya elektrolit yang merupakan proses elektrokimia yang terjadi karena adanya perbedaan antara 2 permukaan logam yang mengakibatkan permukaan berpotensial paling rendah teroksidasi yang menyebabkan terjadinya korosi. Mekanisme korosi pada umumnya berupa mekanisme elektrokimia, sedang energi potensial atau tenaga penggerak merupakan energi yang tersimpan di dalam logam pada saat proses pemurniannya.
Logam yang dipergunakan dalam pembuatan plat bodi bis pada umumnya tergolong heterogen atau dapat dikatakan bahwa pembentukan plat logam tersebut kurang merata atau seringkali terkontaminasi dengan logam lain. Perbedaan komposisi logam dalam plat baja tersebut menimbulkan perbedaan tenaga atau strengthened tertentu sehingga plat mudah teroksidasi.
Bagaimana Pengaruh Proses Pengerjaan plat bis terhadap Korosi???
Proses pengerjaan bodi bis berpengaruh terhadap terjadinya korosi terutama pada sambungan plat melalui pengelasan. Terjadi cacat pada sambungan las banyak disebabkan karena adanya non metalic inclusion seperti FeO, MnO, SiO2 pada penetratornya. Korosi pada sambungan las dapat berupa grooving corrosion atau ringworm corrosion. Korosi jenis ini banyak disebabkan karena adanya unsur kimiawi dalam paduan logamnya, sehingga timbul inklusi lain sebagaimana kadar sulfur yang membentuk ikatan MnS.
Kesimpulan :
Bagian bawah bis merupakan bagian yang paling mudah terkena korosi, mengingat bagian ini selalu berkontaminasi dengan bahan kimiawi yang korosif seperti air atau lumpur yang mengandung bahan korosif seperti garam atau asam, sedang bagian atas jarang terkontaminasi dengan bahan yang mudah korosif kecuali di beberapa tempat yang memungkinkan air hujan atau udara luar yang terkontaminasi oleh bahan korosif.
Pada rangka bis yang mudah terkena korosi yaitu dibagian sambungan rangka maupun plat bodi bis tersebut. Hal ini terjadi mengingat sering kurang cermatnya dalam proses pengerjaannya terutama pada waktu proses penyambungan dengan las.
11. PENDIDIKAN LINGKUNGAN
11.1. PENDAHULUAN
Sebagai manusia kita mencari perubahan yang baik bagi diri kita sendiri, anak-anak dan cucu-cucu kita; kita harus melakukannya dengan cara yang bertanggung jawab pada hak semua orang untuk melakukan hal yang sama. Untuk melakukannya ini kita harus terus-menerus belajar– tentang diri kita sendiri, kekuatan kita, keterbatasan kita, hubungan-hubungan kita, masyarakat kita, lingkungan kita, dunia kita. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan adalah suatu ikhtiar yang luas, berlangsung seumur hidup, dan menantang individu, lembaga dan masyarakat untuk memandang hari esok sebagai hari milik kita semua, atau ini tidak akan menjadi milik siapapun.
Konferensi PBB pada Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1992, yakni Konferensi Bumi (The Earth Summit) memberikan prioritas tinggi dalam Agenda 21-nya kepada peranan pendidikan dalam mencapai jenis pembangunan yang akan menghormati dan menjaga lingkungan alam. Pertemuan ini berfokus pada proses orientasi dan re-orientasi pendidikan dalam rangka membantu perkembangan nilai-nilai dan tingkah laku yang bertanggung jawab bagi lingkungan, juga untuk menggambarkan jalan dan cara melakukannya. Pada Pertemuan Tingkat Tinggi Johannesburg pada tahun 2002 visi ini telah diperluas pada upaya meraih keadilan sosial dan memerangi kemiskinan sebagai prinsip-prinsip kunci dari pembangunan yang berkelanjutan: “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengesampingkan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”.
11.2. AREA-AREA KUNCI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Terdapat tiga area yang saling terkait dan paling sering dikenali dalam pembangunan berkelanjutan. Yaitu: masyarakat, lingkungan, dan ekonomi, dimana aspek-aspek politis dimasukkan dalam pembahasan masyarakat. Tiga unsur ini, ditegaskan kembali dalam Konferensi Tingkat Tinggi Johannesburg sebagai tiga pilar pembangunan berkelanjutan, memberi bentuk dan isi pada pembelajaran yang berkelanjutan:
1. Masyarakat: pemahaman akan lembaga-lembaga sosial dan peran mereka dalam perubahan dan pembangunan, begitu juga dengan sistem yang demokratis dan partisipatoris yang memberi kesempatan pada kebebasan berpendapat, pemilihan pemerintahan, pembuatan konsensus dan resolusi perbedaan.
2. Lingkungan: kesadaran akan kekayaan dan kerapuhan dari lingkungan fisik dan kerusakan yang terjadi padanya dari aktivitas dan keputusan umat manusia, dengan komitmen untuk memasukkan unsur kepedulian lingkungan dalam pengembangan kebijakan sosial dan ekonomi.
3. Ekonomi: suatu kepekaan atas batas-batas dan kekuatan dari pertumbuhan ekonomi dan pengaruhnya yang kuat pada masyarakat dan lingkungan, dengan komitmen untuk membebani tingkat konsumsi perseorangan dan masyarakat dengan perhatian untuk lingkungan dan untuk keadilan sosial.
Tiga unsur ini memikul sebuah proses perubahan yang terus-menerus dan berjangka panjang – pembangunan berkelanjutan adalah sebuah konsep yang dinamis, dengan pengakuan bahwa umat manusia berada dalam suatu gerakan yang konstan. Pembangunan berkelanjutan bukanlah tentang mempertahankan status quo, tetapi lebih tentang arah dan maksud perubahan. Penekanan pada hubungan antara kemiskinan dengan persoalan pembangunan berkelanjutan merujuk pada perhatian komunitas internasional bahwa mengakhiri kemelaratan dan ketidakberdayaan menjadi perhatian kita untuk masa depan dunia seperti halnya melindungi lingkungan. Menyeimbangkan keduanya adalah tantangan pokok pembangunan berkelanjutan. Ini adalah pengakuan bahwa praktek-praktek kebiasaan, identitas dan nilai-nilai – perangkat lunak pengembangan manusia – memainkan peran besar dalam menyusun dan membangun komitmen bersama. Dalam kaitan proses dan tujuan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (ESD), penekanan pada aspek kebudayaan akan menggaris bawahi pentingnya:
1. Menghargai keragaman: ‘permadani berharga’ pengalaman umat manusia dalam banyak konteks fisik dan sosiokultural dunia;
2. Tumbuh dalam penghargaan dan toleransi atas perbedaan: dimana kontak dengan keberbedaan adalah memperkaya, menantang dan menggairahkan;
3. Menghargai nilai-nilai dalam suatu debat terbuka dan dengan suatu komitmen untuk mempertahankan dialog agar tetap berlangsung;
4. Meneladani nilai-nilai penghargaan dan martabat yang mendasari pembangunan berkelanjutan, dalam kehidupan personal dan kelembagaan;
5. Membangun kapasitas manusia dalam semua aspek pembangunan berkelanjutan;
6. Menggunakan pengetahuan indigenous lokal tentang flora dan fauna dan praktek-praktek budidaya pertanian yang berkelanjutan, penggunaan air, dan sebagainya;
7. Mempercepat dukungan pada kebiasaan dan tradisi yang membangun keberlanjutan– termasuk aspek-aspek seperti pencegahan perpindahan besar-besaran orang desa;
8. Menghargai dan bekerja dengan pandangan yang khusus secara budaya atas alam, masyarakat, dan dunia, alih-alih mengabaikan mereka atau menghancurkan mereka, secara sengaja ataupun karena kekurang hati-hatian, atas nama pembangunan;
9. Menggunakan pola-pola komunikasi lokal, termasuk penggunaan dan pengembangan bahasa-bahasa lokal, sebagai penghubung interaksi dan identitas budaya.
Persoalan kebudayaan juga terhubung dengan pembangunan ekonomi melalui pendapatan, dimana perwujudan budaya bisa menghasilkan, melalui seni, musik, dan tarian, sebaik dari pariwisata. Di tempat berkembangnya industri kebudayaan seperti itu, harus ada kesadaran penuh akan bahaya pengkomodifikasian kebudayaan dan merusaknya menjadi sekedar objek ketertarikan orang luar. Kebudayaan harus dihargai sebagai konteks yang hidup dan dinamis yang di dalamnya manusia di manapun berada dapat menemukan nilai dan identitas mereka. Oleh karena Kompleksitas dan keterkaitan ini, ESD harus menyampaikan pesan-pesan kehidupan yang tak kentara namun jelas, menyeluruh namun nyata, multidimensi namun langsung.
Tujuan utamanya adalah mencapai kehidupan bersama yang penuh perdamaian, dengan lebih sedikit penderitaan, lebih sedikit kemiskinan di sebuah dunia tempat orang dapat menjalankan hak-hak mereka sebagai umat manusia dan warga negara dengan cara yang bermartabat. Pada saat yang sama lingkungan alam akan memainkan perannya untuk melakukan regenerasi dengan menghindari hilangnya keanekaragaman dan penumpukan limbah di biosfer dan geosfer. Kekayaan dalam keragaman di semua sektor lingkungan natural, kultural, dan sosial adalah komponen mendasar untuk sebuah ekosistem yang mapan dan untuk keamanan dan kegembiraan setiap komunitas.
11.3. PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN : MEMPROMOSIKAN NILAI-NILAI
Bisakah pendidikan dipertimbangkan sebagai bagian integral dari strategi pembangunan berkelanjutan, dan jika demikian, mengapa begitu? Pembangunan berkelanjutan pada intinya berbicara tentang hubungan-hubungan antar orang, dan antara orang dengan lingkungan mereka. Dengan kata lain, ini sebuah persoalan sosio-kultural dan ekonomi. Elemen manusia sekarang secara luas diakui sebagai variabel kunci dalam pembangunan berkelanjutan, baik sebagai penyebab dari pembangunan berkelanjutan dan juga sebagai harapan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan Nilai-nilai mendasar yang akan dipromosikan oleh pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan setidaknya disebutkan berikut ini:
Pencarian atas pembangunan berkelanjutan itu beraneka segi – tidak bisa bergantung pada pendidikan sendirian. Banyak parameter sosial lain yang mempengaruhi pembangunan berkelanjutan, seperti tata kepemerintahan, hubungan gender, bentuk-bentuk organisasi ekonomi dan partisipasi warga negara. Banyak pendidik memiliki pandangan bersemangat tentang mengapa dan bagaimana aspek-aspek pendidikan dapat dan harus memainkan peran vital dalam proses ini. Pembangunan nilai-nilai positif yang kuat dalam diri pembelajar – tentang diri mereka sendiri, tentang pembelajaran, dunia di sekeliling mereka dan tempat mereka di dalamnya– adalah bagian kunci dari apa yang berusaha pendidik tumbuh kembangkan dalam seorang pembelajar: berkembang sebagai manusia yang utuh, menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung jawab, menemukan kecintaan pada pembelajaran seumur hidup, menyadari kekuatan dan potensi diri mereka. Pembelajaran personal inilah yang akan paling memungkinkan untuk mempercepat penanaman nilai-nilai yang mendasari pembangunan berkelanjutan, karena pembangunan berkelanjutan adalah persoalan mengadopsi suatu visi secara yakin daripada mencerna sebagian khusus dari ilmu pengetahuan.
11.4. PERSPEKTIF LINGKUNGAN
Sumber daya alam (air, energi, pertanian, keragaman biologis): Dengan berdasar pada lebih dari 30 tahun pengalaman pendidikan lingkungan, ESD harus terus melanjutkan pentingnya membicarakan persoalan-persoalan ini sebagai bagian dari agenda yang lebih luas dalam pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim: Pemanasan global adalah masalah “modern”- rumit, melibatkan seluruh dunia, berada dalam keruwetan persoalan berbeda seperti kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan penduduk. ESD harus membawa kesadaran para pembelajar pada kebutuhan penting untuk persetujuan internasional dan target kuantitatif yang mampu dipaksakan untuk membatasi kerusakan pada atmosfir dan mencegah perubahan iklim yang berbahaya.
Pembangunan pedesaan: Di luar urbanisasi yang berlangsung begitu cepat, tiga milyar atau 60% dari orang-orang di negara-negara berkembang, atau setengah penduduk dunia, masih tinggal di pedesaan. Tiga perempat dari penduduk miskin dunia, berpenghasilan kurang dari satu dolar sehari, mayoritas penduduk tersebut adalah wanita, tinggal di pedesaan. Tidak bersekolah, putus sekolah, orang dewasa yang buta huruf dan ketimpangan gender dalam pendidikan secara tidak proporsional berlangsung tinggi di pedesaan, sebagaimana halnya kemiskinan.
Urbanisasi yang berkelanjutan: Pada saat yang sama, kota-kota telah menjadi gerbang terdepan perubahan sosio-ekonomi global, dengan setengah populasi dunia sekarang tinggal di daerah-daerah urban dan setengah yang lainnya semakin bergantung pada kota untuk kemajuan ekonomi, sosial, dan politik mereka. Faktor-faktor seperti globalisasi dan demokratisasi telah meningkatkan peran penting kota demi tercapainya pembangunan berkelanjutan.
Pencegahan dan mitigasi bencana: pembangunan berkelanjutan akan terhambat bila komunitas sekitarnya mengalami atau terancam oleh bencana. Pengalaman dan kerja di masa lampau telah menunjukkan pengaruh penting dan positif dari pendidikan yang ternyata mampu membantu mengurangi resiko terjadinya bencana.
11.5. PENDIDIKAN UNTUK KEBERLANJUTAN HIDUP BERSAMA
Konsep yang hampir serupa (tapi tidak sama) adalah konsep pendidikan untuk keberlanjutan (bukan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan), adalah penting untuk menghindari sejak awal reduksi-reduksi tujuan-tujuan pendidikan untuk keberlanjutan bahkan ESD sendiri.
Keberlanjutan berkenaan dengan cara pandang atas dunia, dan membentuk praktek-praktek sosial dan personal yang membawa pada:
Individu-individu yang beretika, berdaya dan utuh secara personal;
Komunitas yang dibangun berdasar perjanjian kolaboratif, toleransi dan kesetaraan;
Sistem sosial dan lembaga yang partisipatori, transparan dan adil; serta
Praktek-praktek lingkungan yang menghargai dan menjaga keragaman dan proses ekologis penyokong kehidupan.
Kita semua memiliki identitas genetis, serebral, dan emosional yang sama melalui dan melampaui keragaman individu, budaya, dan sosial. Kita adalah proses tumbuhnya kehidupan yang dilahirkan oleh rahim bumi dan dipelihara oleh bumi. sebagai manusia Planet Bumi.
Kita harus mencari hal-hal berikut di dalam diri kita sendiri:
Suara hati antropologis, yang mengakui kesatuan dalam keragaman;
Suara hati ekologis, yang sadar bahwa kita bersama dengan semua makhluk hidup mendiami lingkungan (biosfer) yang sama. Dengan kesadaran akan ikatan antara diri kita dan biosfer, kita hentikan mimpi muluk untuk menguasai jagat raya dan sebagai gantinya – memupuk kerinduan untuk hidup bersama di muka bumi;
Suara hati warga bumi, rasa solidaritas dan tanggung jawab terhadap anak-anak dunia;
Suara hati spiritual akan kondisi manusiawi, yang diperoleh melalui pemikiran kompleks yang terbuka untuk saling mengkritik, kritis terhadap diri sendiri, dan saling memahami.
Kembangkan identitas manusia kompleks kita. Imperatif ganda antropologis ini amat penting: selamatkan kesatuan manusia dan selamatkan keragaman manusia. Kembangkan identitas kita yang serentak konsentris dan plural; indentitas masyarakat lokal, etnis, dan nasional kita; serta identitas kebumian kita. Sekarang ini, tujuan fundamental semua pendidikan – yang bukan sekedar memajukan, melainkan juga mempertahankan hidup manusia – adalah memperadabkan dan mempersatukan dunia, serta mentransformasikan seluruh umat manusia ke dalam kemanusiaan sejati. Kesadaran akan kemanusiaan kita di era planeter ini niscaya menuntun kita pada suatu kesatuan baru dan saling berbela rasa satu sama lain
11.6. PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP : BUKAN UNTUK PEMBEBANAN BARU BAGI SISWA
Manusia terdiri atas pikiran dan rasa dimana keduanya harus digunakan. Rasa menjadi penting digerakkan terlebih dahulu, karena seringkali dilupakan. Bagaimana memulai pendidikan lingkungan hidup? Pendidikan Lingkungan Hidup harus dimulai dari HATI. Tanpa sikap mental yang tepat, semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan hanya akan menjadi sampah semata.
Pendidikan Lingkungan Hidup: dalam buku catatan
Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran ?Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)?. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.
Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain.
Pendidikan Lingkungan Hidup: bahan dasar yang dilupakan
Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut:
Pendidikan lingkungan Hidup (environmental education – EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif , untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru [UN – Tbilisi, Georgia – USSR (1977) dalam Unesco, (1978)]
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.
Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desain grafis;
Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
Pendidikan lingkungan hidup haruslah:
Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan;
Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
Membantu peserta didik untuk menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first – hand experience).
Karena langsung mengkaji masalah yang nyata, PLH dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
1. berfikir kritis
2. berfikir kreatif
3. berfikir secara integratif
4. memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
Pilar Ekonomi: menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan
Pilar Sosial: menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan
Pilar Lingkungan: menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang
Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini.
Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan pembebasannya Freire yakni suatu proses yang terus menerus, suatu ?commencement?, yang selalu ?mulai dan mulai lagi?, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sebati (in erent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat ?kesadaran naif? sampai ke tingkat ?kesadaran kritis?, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni ?kesadarannya kesadaran? (the consice of the consciousness).
Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning).
Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:
Aspek afektif: perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga
Aspek kognitif: proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain
Aspek sosial: perasaan diterima dalam kelompok
Aspek sensorik dan monotorik: bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin
Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan
Pendidikan Lingkungan Hidup: terjerumus di jurang pembebanan baru
Pendidikan saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi..
Tak ada yang salah dengan muatan lokal. Namun sangat disayangkan dalam proses-proses yang dilakukan sangat meninggalkan prinsip-prinsip dari Pendidikan Lingkungan Hidup itu sendiri. Nuansa hasil yang berwujud (buku, modul, kurikulum), sangat terasa dalam setiap aktivitas pembuatannya.
Sangat penting dipahami, bahwa pola Cara Belajar Siswa Aktif, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan berbagai teknologi pendidikan lainnya yang dikembangkan, kesemuanya bermuara pada kapasitas seorang guru. Kemampuan berekspresi dan berkreasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Bila tidak, lupakanlah.
Demikian pula dengan PLH, sangat dibutuhkan kapasitas guru yang mampu membangitkan kesadaran kritis. Bukan sekedar untuk memicu kreatifitas siswa. Kesadaran kritis inilah yang akhirnya akan tereliminasi disaat PLH diperangkap dalam kurikulum muatan lokal. Siswa akan kembali berada dalam ruang statis, mengejar nilai semu, dan memperoleh pembebanan baru.
Pendidikan Lingkungan Hidup: duduk, diam, dan bercerminlah
Sejak 2001, disaat pertama kali kawan-kawan pegiat PLH di Kaltim berkumpul, telah lahir berbagai gagasan dan agenda yang harus diselesaikan. Namun karena bukan menjadi PRIORITAS, maka hal ini menjadi bagian yang dilupakan.
Di tahun 2005 ini, geliat PLH masih bergerak-gerak ditempat. Bagi yang memiliki dana, muatan lokal menjadi sebuah pilihan, karena akan lebih mudah mengukur indikator keberhasilannya.
BERCERMINLAH untuk sekedar meREFLEKSIkan diri. Ini yang penting dilakukan oleh pegiat PLH. Bukan untuk berlari mengejar ketertinggalan. Tidak harus cepat mencapai garis akhir. Berjalan perlahan dengan semangat kebersamaan akan lebih menghasilkan nilai yang tertancap pada ruang yang terdalam di diri. APAKAH YANG SEDANG KITA LAKUKAN HANYA AKAN MENJADI PEMBEBANAN BARU BAGI GENERASI KEMUDIAN?
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
10.1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
“…kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dibuat pada tahap perencanaan…”
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
10.2. APA GUNA AMDAL?
Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
“…memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif”
“…digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan”
10.3. BAGAIMANA PROSEDUR AMDAL
Prosedur AMDAL terdiri dari :
Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).
Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
10.4. SIAPA YANG MENYUSUN AMDAL?
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.
10.5. SIAPA SAJA PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES AMDAL
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.
10.5. APA YANG DIMAKSUD DENGAN UKL DAN UPL
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
Identitas pemrakarsa
Rencana Usaha dan/atau kegiatan
Dampak Lingkungan yang akan terjadi
Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
Tanda tangan dan cap
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas negara
10.7. APA KAITAN AMDAL DENGAN DOKUMEN ATAU KAJIAN LINGKUNGAN LAINNYA ?
AMDAL-UKL/UPL
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan. Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL. Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.
10.8. DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN/AMDAL
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
KepMen LH Nomor 86 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
PerMen LH Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMenLH nomor 17 Tahun 2001)
KepMen LH Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan Menteri Negara Lingkungan Hidup
KepMen LH Nomor 02 Tahun 2000 Tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL (Juga Menyatakan Tidak Berlakunya Kepmen KLH Nomor 29 Tahun 1992 Tentang Panduan Evaluasi Dokumen ANDAL)
KepMen LH Nomor 04 Tahun 2000 Tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu
KepMen LH Nomor 05 Tahun 2000 Tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kegiatan Pembangunan di Daerah Lahan Basah
KepMen LH Nomor 08 Tahun 2000 Tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
PerMen LH Nomor 08 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMenLH 09 Tahun 2000)
KepMen LH Nomor 40 Tahun 2000 Tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMen LH Nomor 13 Tahun 1994)
KepMen LH Nomor 41 Tahun 2000 Tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota
KepMen LH Nomor 42 Tahun 2000 Tentang Susunan Keanggotaan Komisi Penilai dan Tim Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Pusat
KepMen LH Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup
KepMen LH Nomor 42 Tahun 1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
KepMen LH nomor 45 tahun 2005 Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) (Pengganti KepMen LH nomor 105 tahun 1997)
PerMen LH Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup
KepKa Bapedal Nomor 124 Tahun 1997 Tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL
KepKa Bapedal Nomor 299 tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
KepKa Bapedal Nomor 56 Tahun 1994 Tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting
KepKa Bapeten Nomor 3-P Tahun 1999 Tentang Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untuk Rencana Pembangunan & Pengoperasian Reaktor Nuklir
KepKa Bapeten Nomor 04-P Tahun 1999 Tentang Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untuk Rencana Pembangunan & Pengoperasian Instalasi
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Undang-undang Nomor 07 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum (Menggantikan PerMenkes Nomor 416 Tahun 1990 Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air: Khusus Air Minum)
PerMen LH Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengkajian Teknis untuk Menetapkan Kelas Air
PerMen LH Nomor 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
PerMen LH Nomor 05 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah-buahan dan/atau Saturan
PerMen LH Nomor 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu AIr Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan
PerMen LH Nomor 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Industri Petrokimia Hulu
PerMen LH Nomor 09 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Industri Rayon
PerMen LH Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Purified Terephthalic Acid dan Poly Ethylene Terephthalate
KepMen LH Nomor 122 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas KEPMEN LH no 51 Tahun 1995 ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Pupuk
KepMen LH Nomor 202 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha & atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas & atau Tembaga
KepMen LH Nomor 28 Tahun 2003 Tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit
KepMen LH Nomor 29 Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit
KepMen LH Nomor 37 tahun 2003 Tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan Dan Pengambilan Contoh Air Permukaan
KepMen LH Nomor 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air
KepMen LH Nomor 111 Tahun 2003 Tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air.
KepMen LH Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Domestik
KepMen LH Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara
KepMen LH Nomor 114 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air
KepMen LH Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air
KepMen LH Nomor 142 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas KepMen LH Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air Atau Sumber Air
KepMen LH Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Baku Mutu Limbah Bagi Kawasan Industri
KepMen LH Nomor 09 Tahun 1997 Tentang Perubahan KepMen LH Nomor42/MENLH/10/1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
KepMen LH Nomor 42 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
KepMen LH Nomor 35 Tahun 1995 Tentang Program Kali Bersih (Prokasih)
KepMen LH Nomor 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
KepMen LH Nomor 52 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel
KepMen LH Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
PerMen LH Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan
PerMen LH Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Penambangan Timah
PerMen LH Nomor 09 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Penambangan Nikel
PerMen LH Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Usaha Poly Vinyl Chloride
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DAN GANGGUAN
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
KepMen LH Nomor 133 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Emisi Bagi Kegiatan Industri Pupuk
KepMen LH Nomor 129 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan Atau Kegiatan Minyak Bumi dan Gas Bumi
KepMen LH Nomor 141 Tahun 2003 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi (Current Production)
KepMen LH Nomor 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara
KepMen LH Nomor 15 Tahun 1996 Tentang Program Langit Biru
KepMen LH Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan
KepMen LH Nomor 49 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Getaran
KepMen LH Nomor 50 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebauan
KepMen LH Nomor 13 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
PerMen LH Nomor 07 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Ketel Uap
PerMen LH Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama (Pengganti KepMenLH 35 Tahun 1993)
KepMen Kesehatan Nomor 289 Tahun 2003 Tentang Prosedur Pengendalian Dampak Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan
KepKa Bapedal Nomor 107 Tahun 1997 Tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara
KepKa Bapedal Nomor 205 Tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak
PENGENDALIAN PENCEMARAN PERUSAKAN LAUT
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut
KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut
KepMen LH Nomor 179 Tahun 2004 Tentang Ralat Atas KEPMEN LH no 51 tahun 2004 ttg BM Air Laut
KepMen LH Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan & Pedoman Penentuan Status Padang Lamun
KepMen LH Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku & Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
KepMen LH Nomor 04 Tahun 2001 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
KepMen LH Nomor 45 Tahun 1996 Tentang Program Pantai Lestari
PerMen LH Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Perizinan Pembuangan Limbah ke Laut
KepKa Bapedal Nomor 47 tahun 2001 tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang
PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH DAN LAHAN
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan
Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa
KepMen LH Nomor 43 Tahun 1996 Tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan
PerMen LH Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Pengukuran Kerusakan Tanah Untuk Biomassa
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah, dan Top Soil (termasuk Tanah Pucuk atau Humus)
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Bahan Galian Golongan C Selain Pasir, Tanah dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk atau Humus).
KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 146 Tahun 1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Industri
KepMen Pertambangan & Energi Nomor 1211 Tahun 1995 Tentang Pencegahan & Penanggulan Perusakan & Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Pertambangan Umum
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
PerMen LH Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan Kompetensi Pelaksanaan Retrofit dan Recycle pada Sistem Refrigerasi
KepMen LH Nomor 128 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis
KepMen LH Nomor 520 Tahun 2003 Tentang Larangan Impor Limbah Bahan Berbahaya & Beracun
Per MenLH Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah B3 di Pelabuhan
KepMen ESDM Nomor 1693 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Pabrikasi Pelumas & Pengolahan Pelumas Bekas serta Penetapan Mutu Pelumas
KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 372 Tahun 2001 Tentang Ketentuan Pemberian Izin Usaha Industri Pabrikasi Pelumas & Pengolahan Pelumas Bekas
KepKa Bapedal Nomor 02 Tahun 1998 Tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah
KepKa Bapedal Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Penetapan Kemitraan Dalam Pengolahan Limbah B3
KepKa Bapedal Nomor 04 Tahun 1998 Tentang Penetapan Prioritas Limbah B3
KepKa Bapedal Nomor 255 Tahun 1996 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
KepKa Bapedal Nomor 01 Tahun 1995 Tentang Tata cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
KepKa Bapedal Nomor 02 Tahun 1995 Tentang Dokumen Limbah B3
KepKa Bapedal Nomor 03 Tahun 1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3
KepKa Bapedal Nomor 04 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3
KepKa Bapedal Nomor 05 Tahun 1995 Tentang Simbol dan Label Limbah B3
KepKa Bapedal Nomor 68 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan beracun
Surat Edaran Kepala Bapedal Nomor 08/SE/02/1997 Tentang Penyerahan Minyak Pelumas Bekas
KepKa Bapeten Nomor 03 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan & Penggunaan Pestisida
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1985 Tentang Kesehatan & Keselamatan Kerja Pemakaian Asbes
Peraturan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1982 Tentang Bejana Tekanan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 Tahun 1996 Tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33 Tahun 2007 Tentang Larangan Memproduksi Bahan Perusak Ozon dan Barang yang Mempergunakan Bahan Perusak Ozon
KepMen Pertanian Nomor 763 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Tetap Pestisida
KepMen Pertanian Nomor 764 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Sementara Pestisida
KepMen Pertanian Nomor 949 Tahun 1998 Tentang Pestisida Terbatas
KepMen Pertanian Nomor 541 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Tetap Pestisida
KepMen Pertanian Nomor 543 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Sementara Pestisida
KepMen Pertanian Nomor 544 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Bahan Teknis Pestisida
KepMen Pertanian Nomor 546 Tahun 1996 Tentang Pemberian Izin & Perluasan Penggunaan Pestisida
KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 790 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas KEPMEN PERINDAG Tahun 1998 no 110 ttg Larangan Produksi dan Memperdagangkan ODS
KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 254 Tahun 2000 Tentang Tata Niaga Impor & Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu
KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 110 Tahun 1998 Tentang Larangan Memproduksi & Memperdagangkan Bahan Perusak Lapisan Ozon serta Memproduksi & Memperdagangkan Barang Baru yang Menggunakan BPLO (ODS)
SK Menteri Perindustrian Nomor 148 Tahun 1985 Tentang Pengamanan Bahan Beracun & Berbahaya di Perusahaan Industri
KepMen Tenaga Kerja Nomor 186 Tahun 1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
KepMen Tenaga Kerja Nomor 187 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
SE Menteri Tenaga Kerja Nomor 01 Tahun 1997 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja
Kep DIRJEN Perhubungan Darat Nomor 725 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Pengangkutan B3 di Jalan
KONSERVASI LINGKUNGAN DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Undang–Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Karantina Tumbuhan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Karantina Ikan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestraian Alam
Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan
Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 01 Tahun 2007 Tentang Lembaga Konservasi
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Perbenihan Tanaman Hutan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Tatacara Evaluasi Fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman
KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 55 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Ikan Raja Laut (Latimeria Menadoensis) Sebagai Satwa yang Dilindungi
KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 104 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Mengambil Tumbuhan Liar & Menangkap Satwa Liar
KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 385 Tahun 1999 Tentang Penetapan Lola Merah (Trochus Niloticus) Sebagai Satwa Buru
KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 449 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Burung Walet (Collocalia) Di Habitat Alami (In-Situ) dan Habitat Buatan (Ex-Situ)
Kep Bersama Menteri Pertanian, Kehutanan, Kesehatan, Pangan Nomor 998.1 Tahun 1999 Tentang Keamanan Hayati & Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika
Kep DIRJEND Perlindungan & Konservasi Alam Nomor 66 Tahun 2000 Tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan & Penangkapan Satwa Liar Yang Tidak Dilindungi UU
Kep DIRJEND Perlindungan & Konservasi Alam Nomor 200 Tahun 1999 Tentang Penetapan Jatah & Pengambilan Tumbuhan Alam & Satwa Liar yang Tidak Dilindungi UU utk Periode Thn 2000
PENATAAN RUANG
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tetang Benda Cagar Alam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang penataan ruang
Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota
Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 Tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989 Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 09 Tahun 2007 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.
LABORATORIUM LINGKUNGAN
KepKa BAPEDAL Nomor 113 Tahun 2000 Tentang pedoman Umum dan pedoman Teknis Laboratorium Lingkungan
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
KepMen LH Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Kasus Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan Hidup
KepMen LH Nomor 197 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup di Daerah Kabupaten & Daerah Kota
KepMen LH Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa LH di Luar Pengadilan (LPJP2SLH)
KepMen LH Nomor 78 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Pengelolaan Permohonan Penyelesaian Sengketa LH di Luar Pengadilan Pada Kementrian LH
KepMen LH Nomor 56 Tahun 2002 Tentang Pedoman Umum Pengawasan Penataan Lingkungan Hidup Bagi Pejabat Pengawas
KepMen LH Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di Propinsi/Kabupaten Kota
KepMen LH Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pejabat Pengawasan Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
Keputusan Bersama Kementerian LH, Kejaksaan, Kepolisian Nomor KEP-04/MENLH/04/2004, KEP-208/A/J.A/04/2004, KEP-19/IV/2004 Tentang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu (SATU ATAP), Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
KepKa BAPEDAL Nomor 27 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lingkungan Hidup Di BAPEDAL
Surat Jaksa Agung Muda Tidak Pidana Umum Nomor B-60/E/Ejp/01/2002 Tentang Perihal Pedoman teknis Yustisial Penanganan Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup
PROPER
KepMen LH Nomor 127 Tahun 2002 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
INTERNATIONAL ENVIRONMENTALS CONVENTIONS AND TREATIES
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
KepPres Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Protokol 9 Dangerous Good (Protokol Pengesahan 9 Barang-barang Berbahaya)
KepPres Nomor 92 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Montreal Protocol Tentang Zat-zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
KepPres Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Pengesahan Vienna Convention for the Ozone Layer dan Montreal Protocol on Substances That Deplete the Ozone Layer as Adjusted and Amanded by The Second Meeting of The Parties
KepPres Nomor 1 Tahun 1987 Tentang Pengesahan Amandemen 1979 atas Convention on Internasional Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, 1973
Protocol to the Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty 1996
International Tropical Timber Agreement 1994
Comprehensive Nuclear TEST-Ban Treaty 1994
Convention on Biological Diversity 1992
The Rio Declaration on Environment and Development 1992
United Nations Framework Convention on Climate Change 1992
Convention on the Transboundary Effects of Industrial Accidents 1992
International Convention an Civil Liability for Liability for Oil Pollution Damage 1991
Protocol on Environmental Protection to the Antartic Treaty 1991
Protocol to the 1979 Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution Concerning the Control of Emissions of Volatile Organic Compounds or Their Transboundary Fluxes 1991
Protocol to the 1979 Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution on Reduction of Sulphur Emissions of Volatile Organic Compound of Their Transboundary Fluxes 1991
Basel Convention on Transboundary Movement of Hazardous Waste 1989
The Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer 1987
Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer 1987
Convention early Notification of a Nuclear Accident 1986
Convention on Assistance in the of a Nuclear Accident 1986
Protocol Amending the Paris Convention for the Prevention of Marine Pollution from Land Based Sources 1986
Protocol to Amend the International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969,1984
World Charter for Nature 1982
Convention on the Conservative of Antartic Marine Living Resources 1980
Convention on the Conservation of Migratory Species of Wild Animals 1979
Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution 1979
Protocol to the International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969,1976
Convention for the Prevention of Marine Pollution from Land Based Sources 1974
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora 1973
International Convention for the Prevention of Pollutions from Ships 1973
Protocol of 1978 Relating to the International Convention for Prevention of Pollution from Ships 1973
Convention on The Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter (1972) and Resolutions Adopted by the Special Meeting
Protocol to the Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter (1972) and Resolutions Adopted by The Special Meeting, 1972
Declaration of the United Nations Conference on the Human Environment 1972
Convention of the Prevention of Marine Pollution by Dumping from Ships and Aircrafts 1972
Treaty Banning Nuclear Weapon Tests in Atmosphere, in Outer Space and Under Water
(Nuclear Test-Ban Treaty) 1963
The Antarctic 1959
Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources pf the High Seas 1958
International Convention for The Protection of Pollution of the Sea by Oil 1954
International Convention for the Protection of Birds 1950
Rotterdam Convention On The Prior Informed Consent Procedure for Certain Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trade
MANAJEMEN LINGKUNGAN
AUDIT LINGKUNGAN
Salah satu isu penting dalam globalisasi adalah masalah lingkungan. Oleh karena itu, semua pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlingdungan terhadap lingkungan secara proporsional. Perlindungan lingkungan hidup adalah suatu masalah yang harus dipertimbangkan dari aspek global. Masyarakat dunia telah bereaksi untuk turut serta memberikan kepedulian terhadap lingkungan melalui deklarasi yang dibuat oleh konferensi PBB di Stockholm pada bulan Juni 1972. deklarasi tersebut tentang perlindungan lingkungan dalam pencegahan pencemaran dan ajakan dalam usaha koordinasi ke seluruh dunia lewat partisipasi global tidak hanya negara-negara maju tetapi juga negara-negara berkembang.
Kedudukan pemerintah sangat strategis dalam hal memberikan perlindungan terhadap lingkungan seperti pembuatan kebijakan serta berperan untuk memfasilitasi dan mendorong gerakan kepedulian terhadap lingkungan. Keberadaan masyarakat juga sangat penting untuk turut serta berperan aktif menjaga, memelihara, dan melestarikan lingkungan. Karena segala dampak yang diakibatkan oleh lingkungan pihak masyarakatlah yang secara langsung merasakan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini diakibatkan oleh kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak mengindahkan kelestarian alam sekitarnya (Pramudya Sunu, 2001). Menurut United States Environmental Protection Agency (US EPA), Audit Lingkungan adalah suatu pemeriksaan yang sistematis, terdokumentasi secara periodik dan objektif berdasarkan aturan yang ada terhadap fasilitas operasi dan praktek yang berkaitan dengan pentaatan kebutuhan lingkungan (Tardan dkk, 1997).
Dalam perkembangan selanjutnya audit lingkungan mencakup beberapa bidang antara lain sistem manajemen lingkungan pelaksanaan produksi bersih, pentaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan minimisasi limbah. Audit lingkungan merupakan upaya proaktif suatu perusahaan untuk perlindungan lingkungan yang akan membantu perusahan meningkatkan efisiensi dan pengendalian emisi, polutan yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra positif dari masyarakat terhadap perusahaan.
Dasar hukum pelaksanaan audit lingkungan di Indonesia adalah UU RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan KEPMEN LH Nomor KEP-42 MENLH/11/1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan.
9.2. JENIS-JENIS AUDIT LINGKUNGAN
Audit lingkungan ada beberapa jenis, yang pelaksanaannya sangat tergantung pada kebutuhan manajemen/ perusahaan. Jenis-jenis audit itu antara lain adalah (Tardan dkk, 1997) :
1. Audit Pentaatan
Audit Pentaatan memiliki sifat :
Menilai ketaatan terhadap peraturan, standar dan pedoman yang ada.
Meninjau persyaratan perizinan dan pelaporan.
Melihat pembatasan pada pembuangan limbah udara, air dan padatan.
Menilai keterbatasan peraturan dalam pengoperasian, pemantauan dan pelaporan sendiri atas pelanggaran yang dilakukan perusahaan.
Sangat mengarah pada semua hal yang berkaitan dengan pentaatan.
Dapat dilakukan oleh petugas (kelompok/perusahaan) setempat.
2.Audit Manajemen
Audit jenis ini mempunyai sifat :
Menilai kefektifan sistem manajemen internal, kebijakan perusahaan dan resiko yang berkaitan dengan manajemen bahan.
Menilai keadaan umum dari peralatan, bahan bangunan dan tempat penyimpangan.
Mencari bukti/ kenyataan tentang kebenaran dan kinerja proses produksi.
Menilai kualitas pengoperasian dan tata laksana operasi.
Menilai keadaan catatan/ laporan tentang emisi, tumpahan, keluaran, dan penanganan limbah.
Menilai tempat pembuangan secara rinci.
Meninjau pelanggaran atau pertentangan dengan petugas setempat atau dengan masyarakat.
3. Audit Produksi Bersih dan Minimisasi Limbah
Jenis audit ini mempunyai sifat :
Mengurangi jumlah timbunan dan produksi buangan limbah.
Menggunakan analisis kualitas daan kuantitatif yang rinci terhadap praktek pembelian, proses produksi dan timbunan limbah.
Mencari tindakan alternatif pengurangan produksi, dan pendaur ulangan limbah.
4. Audit Konservasi Air
Sifat audit ini adalah :
Mengidentifikasi sumber air penggunaan air dan mencari upaya untuk mengurangi penggunaan air total melalui usaha pengurangan, penggunaan ulang dan pendaur-ulangan
5. Audit Konservasi Energi
Sifat audit ini adalah :
Melacak pola pemakaian tenaga listrik, gas dan bahan bakar minyak dan mencoba untuk mengkuantifikasikan serta meminimalkan penggunaannya.
6. Audit Pengotoran/ Kontaminasi Lokasi Usaha
Sifat audit ini adalah :
Menilai kedaan pengotoran lokasi perusahaan akibat pengoperasian yang dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Melakukan pengambilan contoh dari lokasi dan melakukan penganalisaan contoh sampel tersebut untuk jangka waktu yang cukup panjang dan merupakan hal yang khusus pada audit jenis ini (audit lain tidak melakukan pengambilan sampel).
Melakukan pengelolaan secara statistik terhadap hasil audit, jika diperlukan.
7. Audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Jenis audit ini memiliki sifat :
Menilai tatalaksana operasional pekerjaan, pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, pembuangan bahan pencemar dan sejenisnya, yang berhubungan erat dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Audit ini memungkinkan pimpinan perusahaan untuk menetapkan apakah perusahaan tersebut sudah mentaati peraturan tentanf keselamatan dan kesehatan kerja.
8. Audit Perolehan (Procurement Audit)
Sifat audit ini adalah :
Meninjau praktek pembelian
Mengidentifikasi hasil produksi daan peralatan alternatif.
Dapat dilakukan terpisah atau sebagai bagian audit minimisasi limbah atau audit produksi bersih.
Biasanya melibatkan pegawai bagian pembelian.
Melihat alternatif dari yang sederhana sampai genting (cradle to grave)
9.3. MANFAAT MELAKUKAN AUDIT LINGKUNGAN
Manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan dari kegiatan audit lingkungan adalah (BAPEDAL, 1994) :
Agar pelaksanaan audit lingkungan berhasil dengan baik beberapa persyaratan harus dipenuhi antara lain :
Dukungan penuh pihak pimpinan puncak
Keikutsertaan semua pihak yang terkait
Kemandirian dan objektifitas auditor dan auditor harus berasal dari luar perusahaan.
Kesepakatan tentang tata cara dan lingkup audit aantara pimpinan perusahaan dengan auditor.
9.4. PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION)
Pada tahun 1989 UNEP ( United Nations Environment Program ) memperkenalkan konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai “upaya penerapan yang kontinu dari suatu strategi pengelolaan lingkungan yang integral dan preventif terhadap proses dan produk untuk mengurangi terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan”.
Produksi Bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan pengolahan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat.
Kelemahan yang terdapat pada pendekatan pengolahan limbah secara konvensional adalah :
Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain.
Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah.
Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah
Investasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah.
Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan.
Untuk mengatasi kelemahan strategi konvensional tersebut maka dikembangkan program produksi bersih yang dalam pelaksanaannya mempunyai urutan prioritas sebagai berikut :
Pencegahan pencemaran (Pollution prevention)
Pengendalian pencemaran (Pollution Control)
Remediasi (Remediation)
9.5. MANFAAT PRODUKSI BERSIH
Manfaat penerapan produksi bersih antara lain (Bratasida, 1996, Helmy, 1997)
Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman.
Mendukung prinsip Pemeliharaan Lingkungan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam jangka panjang dapatmeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi serta efisien.
MANAJEMEN LINGKUNGAN
PENDAHULUAN
Dalam tiga dasawarsa terakhir telah terjadi perubahan cara pandang dunia dalam melihat masalah lingkungan.
Pada tahun enam puluhan masalah lingkungan hanya dipandang sebagai masalah lokal, pencemaran udara diperkotaan, masalah limbah industri, dan sebagainya.
Pada tahun tujuh puluhan masalah lingkungan dipandang sebagai masalah global seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon, pemanasan global dan perubahan iklim. Pada tahun delapan puluhan timbul kesadaran bahwa masalah lingkungan global dapat mengancam kelangsungan pembangunan ekonomi.
Hal ini telah mendorong lahirnya Konsep Pembangunan Berkelanjutan, yang kemudian diterima oleh hampir seluruh dunia. Menjelang berakhirnya abad dua puluh ini terjadi perubahan yang nyata dalam tatanan ekonomi dunia yaitu proses globalisasi disemua aspek kehidupan ekonomi yang membentuk dunia baru dengan batas-batas antar negara yang makin kabur, dengan aturan main yang berbeda dengan tatanan sebelumnya. Melihat upaya yang makin gencar untuk perlindungan lingkungan, semua negara sepakat mengenai kewajiban melindungi dan memelihara kelestarian lingkungan hidup. Kenyataan ini telah menempatkan aspek lingkungan menjadi faktor yang berpengaruh dalam pola perdagangan barang dan jasa. Issue pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup dijadikan prasyarat bagi setiap negara yang ingin ikut berperan aktif dalam perdagangan dunia.
Sementara itu di Indonesia ada satu fenomena yang menonjol pada era reformasi ini yaitu timbulnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya sebagai warga negara termasuk hak untuk ikut menentukan arah perkembangan masa depan bangsa. Salah satu issue utama yang mendapat perhatian besar adalah pencemaran lingkungan hidup oleh perusahaan-perusahaan industri. Masalah pencemaran lingkungan sebenarnya sudah lama menjadi sorotan masyarakat diberitakan meluas oleh berbagai media massa, tetapi kurang mendapat tanggapan positif dari aparat berwenang. Pada era reformasi ini masalah pencemaran lingkungan tetap mendapat sorotan tajam dari masyarakat dan tuntutan dari masyarakat akan hak-haknya untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang sehat semakin keras dikumandangkan.
SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (SML)
Sistem Manajemen Lingkungan merupakan bagian integral dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang terdiri dari satu set pengaturan-pengaturan secara sistematis yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, serta sumberdaya dalam upaya mewujudkan kebijakan lingkungan yang telah digariskan oleh perusahaan. Sistem manajemen lingkungan memberikan mekanisme untuk mencapai dan menunjukkan performasi lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak lingkungan dari kegiatan, produk dan jasa.
Agar dapat dilaksanakan secara efektif, sistem manajemen lingkungan harus mencakup beberapa unsur utama sebagai berikut :
1. Kebijakan Lingkungan : pernyataan tentang maksud kegiatan manajemen lingkungan dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapainya.
2. Perencanaan : mencakup identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan peraturan lingkungan hidup yang bersesuaian, penentuan tujuan pencapaian dan program pengelolaan lingkungan.
3. Implementasi : mencakup struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, training, komunikasi, dokumentasi, kontrol dan tanggap darurat.
4. Pemeriksaan reguler dan Tindakan perbaikan : mencakup pemantauan, pengukuran dan audit.
5. Kajian manajemen : kajian tentang kesesuaian daan efektivitas sistem untuk mencapai tujuan dan perubahan yang terjadi diluar organisasi (Bratasida, 1996).
STÁNDAR ISO SERI 14000
Dalam satu dasawarsa terakhir ini kebutuhan akan suatu sistem standardisasi semakin dirasakan urgensinya. Hal ini mendorong organisasi Internasional di bidang standardisasi yaitu ISO (International Organization for Standardization) mendirikan SAGE (Strategic Advisory Group on Environment) yang bertugas meneliti kemungkinan untuk mengembangkan sistem standar di bidang lingkungan. Pada tahun 1993, ISO membentuk panitia teknik TC 207 untuk merumuskan sistem standardisasi dalam bidang lingkungan. Hasil kerja panitia TC 207 kemudian dikenal sebagai standar ISO seri 14000 (Lee Kuhre, 1996).
Dalam menjalankan tugasnya ISO/TC 207 dibagi dalam enam sub komite (SC) dan satu kelompok kerja (WG) yaitu :
Sub-komite 1, SC-1 : Sistem Manajemen Lingkungan (SML)
Sub-komite 2, SC-2 : Audit Lingkungan (AL)
Sub-komite 3, SC-3 : Pelabelan Lingkungan (Ekolabel)
Sub-komite 4, SC-4 : Evaluasi Kinerja Lingkungan
Sub-komite 5, SC-5 : Analisis Daur Hidup
Sub-komite 6, SC-6 : Istilah dan Definisi
Kelompok Kerja 1, WG-1 : Aspek lingkungan dalam Standar Produk.
Pada akhir tahun 1996 panitia teknik TC 207 telah menerbitkan lima standar yaitu :
ISO 14001 (Sitem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan untuk Penggunaan).
ISO 14004 ( Sistem Manajemen Lingkungan – Pedoman umum atas Prinsip-prinsip, sistem dan teknik pendukungnya).
ISO 14010 (Pedoman Umum Audit Lingkungan-Prinsip-prinsip Umum Audit Lingkungan).
ISO 14011 (Pedoman Untuk Audit Lingkungan-Prosedur Audit Lingkungan-Audit Sistem Manajemen Lingkungan).
ISO 14012 (Pedoman untuk Audit Lingkungan – Kriteria Persyaratan untuk menjadi Auditor Lingkungan).
Sejak tahun 1997 diterbitkan dan akan diterbitkan beberapa standar yaitu :
ISO 14020 ( Pelabelan Lingkungan dan Deklarasi – Tujuan tujuan dan semua Prinsip – prinsip Pelebelan Lingkungan).
ISO 14021 (Pelabelan Lingkungan daan Deklarasi – Pernyataan diri Klaim Lingkungan-Istilah dan Definisi).
ISO 14022 (Pelabelan Lingkungan daan deklarasi-Simbol-simbol).
ISO 14023 (Pelabelan Lingkungan dan Deklarasi-Metodologi Pengujian dan Verifikasi).
ISO 14024 (Pelabelan Lingkungan – Program bagi Pelaksana – Prinsip pemandu, Prosedur praktek dan sertifikasi dan program kriteria ganda).
ISO 14025 (Pelabelan Lingkungan dan Deklarasi-Pelebelan lingkungan
ISO 14031 (Evaluasi Kinerja Lingkungan).
ISO 14040 (Asesmen Daur Hidup-Prinsip dan Kerangka).
ISO 14041 (Asesmen Daur Hidup-sasaran daan Definisi-IstilahLingkup dan Analisis Inventarisasi).
ISO 14042 (Asesmen Daur Hidup-Asesmen dampak)
ISO 14043 (Asesmen Daur Hidup-Asesmen penyempurnaan).
ISO 14050 (Istilah daan Definisi).
ISO 14060 (ISO-IEC Guide 64) Panduan untuk aspek lingkungandalam standar produk.
Standar ISO seri 14000 terbagi dalam dua bidang yang terpisah yaitu evaluasi organisasi dan evaluasi produk. Evaluasi organisasi terbagi dari 3 sub sistem yaitu sub sistem manajemen lingkungan, audit lingkungan dan evaluasi kinerja lingkungan. Evaluasi produk terdiri dari sub sistem aspek lingkungan pada standar produk, label lingkungan dan asesmen daur hidup (Hadiwiardjo, 1997). Gambar 1. di bawah ini dapat memperjelas uraian di atas.
Pada dasarnya ISO 14000 adalah standar manajemen lingkungan yang sifatnya sukarela tetapi konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan program sertifikasi tersebut. Pelaksanaan program sertifikasi ISO 14000 dapat dikatakan sebagai tindakan proaktif dari produsen yang dapat mengangkat citra perusahaan dan memperoleh kepercayaan dari konsumen. Dengan demikian maka pelaksanaan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berdasarkan Standar ISO Seri 14000 bukan merupakan beban tetapi justru merupakan kebutuhan bagi produsen (Kuhre, 1996).
TUJUAN PENERAPAN
Tujuan secara menyeluruh dari penerapan sistem manajemen lingkungan (SML) ISO 14001 sebagai standar internasional yaitu untuk mendukung perlindungan lingkungan dan pencegahan pencemaran yang seimbang dengan kebutuhan sosial ekonomi. Tujuan utama dari sertifikasi ISO 14001 adalah untuk menjaga kelangsungan hidup tumbuhan dan binatang dalam kondisi terbaik yang paling mememungkinkan. Pengelolaan lingkungan dalam sertifikasi ISO mungkin hanya merupakan satu langkah kecil, namun demikian proses ini akan berkembang dan meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman, penciptaan, pencatatan, dan pemeliharaan dari sistem yang diperlukan untuk sertifikasi yang diharapakan dapat membantu kondisi lingkungan (Pramudya, 2001).
MANFAAT DAN IMPLIKASI PENERAPAN
Adapun manfaat utama dari program sertifikasi ISO 14000 antara lain (Kuhre, 1995) :
1) Dapat mengidentifikasi, memperkirakan daan mengatasi resiko lingkungan yang mungkin timbul.
2) Dapat menekan biaya produksi dapat mengurangi kecelakaan kerja dapat memelihara hubungan baik dengan masyarakat, Pemerintah dan pihak-pihak yang peduli terhadap lingkungan.
3) Memberi jaminan kepada konsumen mengenai komitmen pihak manajemen puncak terhadap lingkungan.
4) Dapat mengangkat citra perusahaan, meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperbesar pangsa pasar.
5) Menunjukkan ketaatan perusahaan terhadap Peraturan Perundang – undangan yang berkaitan dengan lingkungan.
6) Mempermudah memperoleh izin dan akses kredit bank.
7) Dapat meningkatkan motivasi para pekerja.
Implikasi SML :
Diperlukan ekstra sumberdaya dari organisasi ketika mengadopsi dan membangun SML. Birokrasi organisasi cenderung (berpotensi) meningkat karena adanya prosedur, instruksi kerja dan proses sertifikasi.
KARAKTERISTIK ISO 14001
1) Generik
2) Dapat diterapkan untuk seluruh tipe dan ukuran organisasi
3) Mengakomodir beragam kondisi geografis, sosial dan budaya.
4) Sukarela
5) Tidak memuat persyaratan kinerja lingkungan (misal, kriteria untuk sarana pengolahan limbah cair)
6) Sarana untuk secara sistematis mengendalikan dan mencapai organisasi kinerja lingkungan yang dikehendaki.
7) Memuat kinerja yang fundamental untuk dicapai :
8) Mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan lingkungan yang relevan; dan
9) Komitmen untuk terus menerus memperbaiki sejalan dengan kebijakan organisasi.
Dinamis, adaptif terhadap :
– Perubahan di dalam organisasi : sumberdaya yang digunakan, kegiatan dan
proses yang berlangsung.
– Perubahan diluar organisasi : peraturan, pengetahuan tentang dampak
lingkungan dan teknologi.
STRUKTUR DASAR ISO 14001
PRINSIP POKOK DAN ELEMEN ISO 14001
Prinsip 1 : Komitmen dan kebijakan
Organisasi harus menetapkan kebijakan lingkungan dan memastikan memiliki komitmen terhadap SML.
Prinsip 2 : Perencanaan
Organisasi harus menyusun rencana untuk mentaati kebijakan lingkungan
yang ditetapkannya sendiri.
Prinsip 3 : Implementasi dan Operasi
Agar terlaksana dengan efektif, organisasi harus mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mentaati kebijakan lingkungan, tujuan dan sasaran manajemen.
Prinsip 4 : Pemeriksaan dan Koreksi
Organisasi harus memeriksa, memantau dan mengoreksi kinerja lingkungannnya.
Prinsip 5 : Kaji Ulang Manajemen
Organisasi harus mengkaji ulang dan terus-menerus memperbaiki Standard Manajemen Lingkungan dengan maksud untuk menyempurnakan kinerja lingkungan yang telah dicapai.
TINGKAT PENGENDALIAN DOKUMEN SML
Tingkat 1 : manual,
Tingkat 2 : Prosedur
Tingkat 3 : Instruksi Kerja
Tingkat 4 : Catatan, Formulir, Kartu Kontrol
Pengendalian Dokumen
Seluruh dokumen SML harus :
1) Ditempatkan dan dipelihara dengan baik
2) Jelas terbaca dan dapat diidentifikasi
3) Diberi tanggal terbit, masa berlaku, dan nomor revisi
4) Disetujui oleh staf yang bertanggung jawab
5) Secara periodik diperiksa, direvisi bila diperlukan
6) Tersedia pada seluruh lokasi kegiatan penting
7) Dipelihara dalam masa berlaku dan dimusnahkan bila sudah kadaluarsa.
TAMBAHAN (MENGENAL ISO 14001 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN)
Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1) Dampak bio-kimia-fisik dan
2) Dampak sosial
Contoh dari dampak bio-fisik-kimia misalnya
1) pencemaran air
2) pencemaran udara
3) kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah.
Semua jenis dampak ini akan memberikan resiko yang mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan, akan memberikan resiko pertanggungjawaban
dalam bentuk tuntutan pidana dan tuntutan perdata, apakah tuntutan tersebut dari pemerintah, masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Ketika perusahaan berupaya untuk menerapkan ISO 14001, maka perusahaan tersebut telah memiliki komitmen untuk memperbaiki secara menerus kinerja lingkungannya. Namun, satu hal perlu dingat bahwa ISO 14001 merupakan standar yang memadukan dan menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan lingkungan hidup. Sehingga, upaya perbaikan kinerja yang dilakukan oleh perusahaan akan disesuaikan dengan sumberdaya perusahaan, apakah itu sumberdaya manusia, teknis, atau finansial.
Sertifikat EMS dapat saja diberikan kepada perusahaan yang masih mengotori lingkungan. Namun, dalam EMS terdapat persyaratan bahwa perusahaan memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara menerus (continual improvement). Dengan perbaikan secara menerus inilah kinerja lingkungan akan sedikit demi sedikit diperbaiki. Dengan kata lain ISO 14001 bersifat conformance (kesesuaian), bukan performance (kinerja)
ISO 14001 merupakan standar lingkungan yang bersifat sukarela (voluntary). Standar ini dapat dipergunakan oleh oleh organisasi/perusahaan yang ingin:
menerapkan, mempertahankan, dan menyempurnakan sistem manajemen lingkungannya membuktikan kepada pihak lain atas kesesuaian sistem manajemen lingkungannya dengan standar memperoleh sertifikat
Beberapa manfaat penerapan ISO adalah:
1) menurunkan potensi dampak terhadap lingkungan
2) meningkatkan kinerja lingkungan
3) memperbaiki tingkat pemenuhan (compliance) peraturan
4) menurunkan resiko pertanggungjawaban lingkungan
5) sebagai alat promosi untuk menaikkan citra perusahaan
Standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan telah diterbitkan pada bulan September 1996, yaitu ISO 14001 dan ISO 14004. Standar ini telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi SNI-19-14001-1997 dan SNI-19-14001-1997. ISO 14001 adalah Sistem manajemen lingkungan yang berisi tentang spesifikasi persyaratan dan panduan untuk penggunaannya. Sedangkan ISO 14004 adalah Sistem manajemen lingklungan yang berisi Panduan-panduan umum mengenai prinsip, sistem dan teknik-teknik pendukung.
Elemen ISO 14001
ISO 14001 dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan – Do – Check – Action), sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi enam prinsip dasar EMS, yaitu:
1) Kebijakan (dan komitmen) lingkungan
2) Perencanaan
3) Penerapan dan Operasi
4) Pemeriksaan dan tindakan koreksi
5) Tinjauan manajemen
6) Penyempurnaan menerus
Pada prinsipnya, keenam prinsip ISO 14001 – Environmental Management System diatas dapat dibagi menjadi 17 elemen, yaitu:
1) Environmental policy (kebijakan lingkungan): Pengembangan sebuah pernyataan komitmen lingkungan dari suatu organisasi. Kebijakan ini akan dipergunakan sebagai kerangka bagi penyusunan rencana lingkungan.
2) Environmental aspects (aspek lingkungan): Identifikasi aspek lingkungan dari produk, kegiatan, dan jasa suatu perusahaan, untuk kemudian menentukan dampak-dampak penting yang timbul terhadap lingkungan.
3) Legal and other requirements (persyaratan perundang-undangan dan persyaratan lain): Mengidentifikasi dan mengakses berbagai peraturan dan perundangan yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
4) Objectives and targets (tujuan dan sasaran): Menetapkan tujuan dan sasaran lingkungan, yang terkait dengan kebijakan yang telah dibuat, dampak lingkungan, stakeholders, dan faktor lainnya.
5) Environmental management program (program manajemen lingkungan): rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran
6) Structure and responsibility (struktur dan tanggung jawab): Menetapkan peran dan tanggung jawab serta menyediakan sumber daya yang diperlukan
7) Training awareness and competence (pelatihan, kepedulian, dan kompetensi): Memberikan pelatihan kepada karyawan agar mampu mengemban tanggung jawab lingkungan.
8) Communication (komunikasi): Menetapkan proses komunikasi internal dan eksternal berkaitan dengan isu lingkungan
9) EMS Documentation (dokumentasi SML): Memelihara informasi EMS dan sistem dokumentasi lain
10) Document Control (pengendalian dokumen): Menjamin kefektifan pengelolaan dokumen prosedur dan dokumen lain.
11) Operational Control (pengendalian operasional): Mengidentifikasi, merencanakan dan mengelola operasi dan kegiatan perusahaan agar sejalan dengan kebijakan, tujuan, dan saasaran.
12) Emergency Preparedness and response (kesiagaan dan tanggap darurat): mengidentifikasi potensi emergency dan mengembangkan prosedur untuk mencegah dan menanggapinya.
13) Monitoring and measurement (pemantauan dan pengukuran): memantau aktivitas kunci dan melacak kinerjanya
14) Nonconformance and corrective and preventive action (ketidaksesuaian dan tindakan koreksi dan pencegahan): Mengidentifikasi dan melakukan tindakan koreksi terhadap permasalahan dan mencegah terulang kejadiannya.
15) Records (rekaman): Memelihara rekaman kinerja SML
16) EMS audits (audit SML): Melakukan verifikasi secara periodik bahwa SML berjalan dengan baik
17) Management Review (pengkajian manajemen): Mengkaji SML secara periodik untuk melihat kemungkinan-kemungkinan peyempurnaan berkelanjutan.